Monolog Rumah Tua ala Mudjiono Emje

Komentar

Pembatasan sosial bukan berarti pembonsaian nalar. Meski tubuh ‘terkerangkeng’ di rumah, kreatifitas tetap bisa terbang, tanpa batas. Ini kisah seniman Kediri yang tetap berkreasi di tengah pandemi.

aku harus pulang ke rumah ini.. 

nenekku, mewariskan rumah ini pernah berpesan

kau harus selalu nguri-nguri rumah itu dengan segala nyanyiannya..

dengan segala budayanya, dengan segala adat di lingkungannya, kau harus pertahankan rumah itu.. 

Itu pesan sebelum dia pergi dan tidak pernah kembali lagi ke rumah ini

SUARA Mudjiono Emje menyayat lantang dengan artikulasi yang jelas, diiringi harmonisasi suara seruling dan piano.  

Usia tak melenturkan nyala api semangatnya. Suara seniman teater berusia 57 tahun ini sangat lantang membawakan monolog  berjudul: ‘Rumah Tua’. Monolog ini diunggah di akun youtube-nya; swr indah 

(https://www.youtube.com/watch?v=ue_3MXh-OWM&feature=youtu.be). Dibagikan ke sejumlah media sosial dan Whatsapp Group.

‘Rumah Tua’ penggambaran tentang Bangsa Indonesia. Merdeka 75 tahun silam, bangsa indonesia justru kian jauh dari jati dirinya. 

“Tak kita sadari, banyak di antaranya telah berubah. Budaya leluhur sudah langka. Kekayaan SDA dan wilayah yang sudah menjadi milik asing, dll,” ujar pria yang akrab disapa Pak Nono ini.

Tema kebangsaan memang menarik perhatian pembina Teater Merah Putih. Banyak karyanya yang mengupas dengan kritis perihal kebangsaan, sosial dan politik.

Tak urung, tema kebangsaan pula yang diangkatnya dalam pentas di rumah saja ini. Ya, pandemi Covid-19 ini berdampak pada aktifitas seniman Kediri, diantaranya Pak Nono. Karena penerapan social distancing, praktis kegiatannya terhenti.

Pentas Monolog ini bagian dari Pentas di Rumah yang didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pak Nono memanfaatkan ruang kosong di rumahnya, di Kelurahan Lirboyo, Mojoroto, Kota Kediri. 

Dia merangkainya dengan layar hitam, level dan rono dari rotan. Ada nyala lilin yang sedikit menerangi. Lebih menguatkan artistik.

Bertindak sebagai kameraman, putri keduanya; Nanda Puspitasari Noor. Merekamnya dengan handphone. “Nanda juga yang mengedit videonya,” papar alumni jurusan teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini.

Bagi seniman sejati, kebebasan berkreasi tak akan terkekang oleh pandemi. Diksi kata dalam monolog yang disampaikan dengan beragam ekspresi bukan lagi sekadar hiburan, namun juga pencerahan yang menggugah masyarakat agar peduli terhadap persoalan bangsanya.  (Danu Sukendro)

Tim Kediriapik
Berikutnya

Terkait Posting

Komentar