Pecel Sri Aji Joyoboyo. Terletak di dekat situs budaya dengan segala keunikannya.
Pecel..? Hmm.. Siapa sih yang nggak pernah mencoba kuliner yang satu ini? Yakin deh, hampir semua pernah mencicipinya.
Pecel jenis makanan dengan bahan utama sambal kacang. Disajikan dengan aneka ragam sayuran.
Nah, Kediri yang identik dengan kuliner pecelnya menawarkan beragam jenis pecel. Namun, pecel Sri Aji Joyoboyo menawarkan sensasi yang berbeda. Spesial, baik dari segi penyajian maupun sejarahnya.
Warung pecel ini terletak di petilasan Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat yang diyakini muksa-nya (menghilang) Sang Raja Kediri yang terkenal dengan ramalan Jongko Joyoboyonya itu.
Pecel ini memiliki keunikan, yaitu disajikan tanpa nasi. Hanya sayur bayam, kenikir, kacang panjang, kecambah dan kembang turi.
Satu porsi pecel ini disajikan dengan satu piring kerupuk serta semangkok dawet. Meski tanpa nasi, satu piring sayur ini dapat mengenyangkan. Sambal kacang yang lezat dan sayur-sayuran bergizi menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli untuk kembali .
Satu porsi pecel sayur plus sepiring kerupuk ditambah dengan dawet ini hanya dibandrol dengan harga Rp12.000,00.
“Setiap hari, kami melayani 150-200 pelanggan. Jumlah pembeli bisa meningkat sampai dua kali lipat saat hari libur,” kata Andi Wahyudi, pengelola warung.

Ada yang cerita dibalik keunikan pecel ini. Munculnya pecel tanpa nasi ini tak lepas dari ritual ngrowot di Petilasan Sri Aji Joyoboyo saat bulan Syuro. Dalam ritual ngrowot, penganut Jawa berpuasa dengan cara tidak mengkonsumsi nasi. Jadi saat ngrowot, mereka boleh makan apa saja kecuali nasi.
Sunarsih, ibunda Andi yang berjualan sejak tahun 1976 ini mulanya melayani penganut budaya Jawa yang melakukan ritual ngrowot. Kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang. Sunarsih bertahan berjualan pecel tanpa nasi. Ternyata, kuliner pecel ini menjadi khas.Nah, buat kalian yang melintas di Menang, Pagu, jangan lupa mencicipi pecel kerupuk unik yang satu ini, sekaligus mengunjungi Petilasan Sri Aji Joyoboyo.
Komentar