Tanpa disadari, ternyata udara di Kota Kediri sudah tercemar mikroplastik dengan kadar yang cukup tinggi. Kandungan mikroplastik berbahaya bagi kesehatan manusia.
kediriapik.com-Dalam rangka Plastic Free July Ecoton bersama 40 pelajar Detektif Sungai mendeteksi pencemaran mikroplastik di udara Kediri dengan menggunakan Domik (Drone Mikroplastik) pada Jumat, 5 Juli 2024.
“Dalam uji kadar mikroplastik udara yang baru pertama kali dilakukan, kami menemukan mikroplastik di udara Kediri mencapai 90 partikel per jam,” kata Rafika Aprilianti selaku peneliti mikroplastik Ecoton.
Dari catatan Ecoton, pencemaran mikroplastik di Kediri lebih tinggi dibandingkan pencemaran di Gresik sebesar 78 partikel/jam dan lebih rendah dibandingkan di Sidoarjo, yakni sebanyak 102 partikel/jam.
Domik berhasil menangkap partikel mikroplastik dengan jenis Fiber, Filamen dan Fragmen.
Domik merupakan drone yang dimodifikasi Ecoton untuk sampling mikroplastik udara. Pada kaki drone, dipasang alat saring mikroplastik agar dapat mengidentifikasi mikroplastik udara di ketinggian 20 meter.
“Domik mendeteksi mikroplastik di udara. Karena salah satu sumber mikroplastik di udara adalah dari pembakaran sampah plastik yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia, dan asap nya tinggi mencapai 5-20 meter,” ujar Rafika Aprilianti.
Penelitian ini didasari oleh sebuah studi baru yang terbit dalam jurnal Environmental Science & Technology menyoroti negara-negara di dunia yang penduduknya paling banyak mengonsumsi mikroplastik, dan Indonesia menduduki peringkat teratas. Masyarakat Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan.
Sumber mikroplastik yang mengontaminasi tubuh dapat berasal dari banyak hal meliputi makanan dan minuman yang terkontaminasi mikroplastik, hingga lingkungan disekitar kita yang banyak mengandung mikroplastik, misalnya udara, air dan tanah.
Temuan Mikroplastik yang terdeteksi di udara pada ketinggian 20 meter, mengkonfirmasi kekhawatiran tentang dampak buruk pencemaran plastik, terutama karena mikroplastik yang ada di udara berpotensi turun ke permukaan bumi dan terhirup oleh manusia.
Madjid Panjalung, siswa kelas 4 Sekolah Dasar yang ikut program detektif sungai mengungkapkan kesenangannya ikut memantau mikroplastik di udara.
“Ini merupakan pengalaman pertamaku melakukan penelitian mikroplastik di udara, ternyata sampah plastik yang biasanya dibakar akan membentuk mikroplastik yang berukuran sangat kecil yaitu kurang dari 5 milimeter, dan memungkinkan bisa masuk dalam tubuh,” ujarnya.
Mikroplastik di udara dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk abrasi ban kendaraan di jalan raya. Pemakaian dan pembuangan produk plastik sehari-hari, proses industri yang melibatkan plastik, degradasi material plastik di lingkungan.
“Partikel-partikel ini dapat terdispersi melalui angin dan fenomena atmosfer lainnya, sehingga tersebar luas dan bahkan mencapai daerah yang jauh dari sumber pencemaran,” ungkap Rafika.
Dan masalah utama adanya mikroplastik di udara adalah dari pembakaran sampah yang masih massif di negara Indonesia. Data databooks tahun 2023 menyebutkan bahwa 57,2% rumah tangga Indonesia rutin bakar sampah, 27,6% diangkut petugas dan hanya 0,1% saja yang didaur ulang.
Menurut Rafika, mikroplastik di udara menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. Mikroplastik berukuran cukup kecil untuk terhirup langsung ke paru-paru. Mikroplastik bisa berbahaya jika masuk ke saluran pernapasan.
Penyakit ini, lanjut dia, dapat menyebabkan pembengkakan dan kerusakan pada tenggorokan dan jaringan paru-paru, sehingga menyebabkan nyeri dada ringan atau sesak napas. Mikroplastik berpotensi dapat menumpuk dan merusak kantung udara (alveoli) di paru-paru.
“Hal ini dapat meningkatkan risiko terkena kondisi paru-paru seperti emfisema dan kanker paru-paru. Dan mikroplastik yang ukurannya sangat kecil dapat masuk ke aliran darah yang dapat tersalurkan ke banyak organ di tubuh, bahkan ada yang membentuk plak di pembuluh darah,” ujar Rafika.
Rafika menambahkan, mikroplastik sifatnya seperti magnet, sehingga bahan polutan yang ada disekitarnya dapat diserap dan diikat oleh mikroplastik. “Jadi ketika kita menghirup mikroplastik kita juga akan menghirup polutan berbahaya yang diikat oleh mikroplastik,” tambahnya.
Selain itu, mikroplastik pada udara juga dapat mencemari daun. Mikroplastik yang menempel pada permukaan daun dapat menghalangi sinar matahari yang diperlukan untuk fotosintesis, kerusakan fisik daun, hingga penyumbatan stomata yang mengganggu proses respirasi dan fotosintesis. Bulan Mei ECOTON telah melakukan uji mikroplastik pada daun Mangrove yang ada di Ekowisata mangrove Wonorejo Surabaya. Hasilnya sebagai berikut:
Penelitian mikroplastik di udara dan daun akan terus dilakukan oleh ECOTON di banyak lokasi, hal ini menjadi bukti bahwa penggunaan sampah plastik sekali pakai akan berdampak pada kesahatan manusia, apalagi manusia setiap hari nya bernafas sehingga butuh udara yang bersih.
Firly Mas’ulatul Jannah, Manager Zero Waste Cities Ecoton mengungkapkan bahwa pembakaran sampah plastik di beberapa wilayah terjadi karena belum adanya fasilitas pengangkutan sampah.
“Harusnya pemerintah mendirikan menyediakan TPS 3R di setiap wilayah kelurahan atau desa untuk meminimalisir penanganan sampah yang tidak tepat salah satunya pembakaran,” katanya. (danu sukendro)
Komentar