Training Peliputan Pemilu, Jurnalis Diajak Jeli Membaca Survei

Komentar

kediriapik.com –  Pemilihan umum (Pemilu) yang baik pasti akan menghasilkan kualitas demokrasi yang baik pula. Sebagai pilar demokrasi keempat, media punya peran besar untuk mewujudkan pemilu yang baik. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri berkomitmen mengawal proses pemilihan umum serentak tersebut dengan menggelar training peliputan isu pemilu 2024.

Ketua AJI Kediri Danu Sukendro mengatakan, training peliputan isu pemilu yang bekerja sama dengan Google News Initiative ini sebagai langkah untuk membekali jurnalis agar bisa memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya kepada publik. “Tantangannya semakin berat. Potensi hoaks masih sama dengan pemilu sebelumnya,” ujar Danu. Peserta training ini diikuti 25 jurnalis dari berbagai daerah yang ada di Jawa Timur.

Pemateri peliputan isu pemilu ini diisi Trainer Cek Fakta, Heru Margianto, dan Pengurus AJI Indonesia Divisi Internet, Adi Marsela. Isu-isu berkaitan dengan independensi perusahaan media dan jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi disampaikan dengan gamblang oleh Heru Margianto.

Untuk menjawab catatan kritis tentang independensi perusahaan dan jurnalis tersebut, Heru membagi peserta menjadi dua kelompok yakni pro dan kontra. Hal itu dianggap penting karena pada pemilu 2019, ada pemimpin media yang terang menjadi tim sukses pasangan calon presiden.

Bagaimana dampak jika ada pimpinan media menjadi tim sukses calon presiden atau kepala daerah? Jurnalis dan pekerja media akan terjerat dengan berita orderan yang menguntungkan salah satu calon. Jurnalis di lapangan dipaksa membuat berita yang bisa memengaruhi publik untuk memilih calon yang didalamnya ada pimpinan medianya.

Jika problem itu tidak diselesaikan maka cita-cita untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas tidak akan bisa direalisasikan.

Adapun Adi Marsela, fokus pada pembahasan produk berita berkualitas. Ia mengajak peserta training untuk lebih kritis. “Saat pemilu seperti ini, salah satu yang perlu dicermati adalah metode liputan hasil survei,” ujar Adi. Masih banyak media yang menerbitkan hasil survei tapi isi beritanya tidak terlalu mendalam.

Hal itu disebabkan karena pertanyaan yang diajukan ke lembaga survei tidak terlalu detail. Ia mendorong jurnalis harus berani menanyakan siapa yang melakukan survei, lalu siapa yang membiayainya, dan siapa respondennya? “Jawaban pertanyaan itu penting untuk publik ketahui,” tegasnya. Lebih lanjut lagi, jurnalis bisa menanyakan kapan survei itu dilakukan? Menurutnya, survei yang baik harusnya disampaikan secara terus menerus dengan konsisten. Apabila survei yang disampaikan ada perubahan maka masyarakat bisa melihat perbandingannya dengan data-data survei sebelumnya.

Selain itu, Adi menambahkan hal penting lainnya untuk disampaikan ke publik adalah margin of error. Dia mengatakan, margin of error yang baik harusnya di bawah 2 persen.

Jika semua informasi terkait lembaga survei disampaikan ke publik maka fungsi pengawasan melekat pada media akan berjalan dengan baik. Sehingga informasi yang diterima publik tidak setengah-setengah dan bisa menjadi pertimbangan untuk memantapkan pilihan saat pencoblosan.

Untuk diketahui, training peliputan isu pemilu ini digelar selama dua hari pada 28-29 Oktober di Viva Hotel Jalan Letjen S Parman 86 Kediri. Setelah mengikuti training, peserta berkesempatan untuk mengikuti fellowship peliputan isu pemilu 2024. Sepuluh proposal terbaik akan mendapatkan dukungan dana peliputan sebesar Rp 5 juta.(*)

Tim Kediriapik
Berikutnya

Terkait Posting

Komentar