Membedah Makna Wayang dari Perspektif Tasawuf

Komentar

Sarasehan wayang dengan tema ‘Jagat Batin Jagat Wayang’ di Sekolah Alam Ramadhani, Mojoroto, Kediri.

kediriapik.com –  Tradisi wayang menembus batas ruang dan waktu. Tradisi kuno yang tak sekadar tontonan yang menghibur, wayang juga menyelipkan tuntunan, bagi yang melihatnya dengan hati. Karena, pertunjukan wayang sarat dengan bahasa-bahasa simbol. Penuh makna, bagi yang mau berpikir.

 “Wayang lebih lama dari Islam, bahkan sebelum Hindu, sudah ada wayang,” kata Gus Hasyib Rosadi, Pengurus Tarikat Sathariyah Indonesia dalam Sarasehan Wayang dengan tema ‘Jagat Batin Jagat Wayang’ di Sekolah Alam Ramadhani, Mojoroto, Kediri, Selasa (7/11/2023) malam.

Wayang merupakan manifestasi dari makhluk, dengan wujud yang tak tetap. “Sementara, wujud yang pasti hanya Tuhan. Bahwa alam semesta ini wewayangane gusti Allah. Wujudnya nisbi,” kata Gus Hasyib Rosadi, 

Hal ini, lanjut Gus Hasyib, relevan dengan pembahasan tasawuf. Bahwa, wujud selain Allah adalah bayang-bayang. Karena tak bisa terwujud sendiri.

“Sesuatu yang tak bisa terwujud sendiri itu tergantung, Boso jowone, wewayangan (bahasa jawanya, wewayangan-Red). Wujud yang asli hanya Allah. Gusti Murbeng Dumadi,” tambahnya.

Kembali ke perumpaan dan keyakinan jika manusia ibarat wayang, jika menengok wayang memilik gapit atau penyangga. Sementara, gapit wayang yang memegang dalang. Sementara, lanjut Gus Hasyib, gapit manusia adalah nyawa. “Kita bisa bergerak karena gapite digerakkan..”

Jika mengacu pada warna dasar wayang juga sarat dengan makna filosofi.  Warna dasar: hitam, putih, kuning keemasan dan merah. Unsur warna ini, lanjut Gus Hasyib, melambangkan amarah, lauwamah dan muthmainah

Sementara, dalang Ki Russyidiq Wachid Harisna mengatakan, makna wayang sebagai tuntutan mengesankan bagi masyarakat penyimak tidak mengerti sama sekali, sehingga harus dituntun. “Lebih tepatnya, penyampaian pesan moral, kalau dituntun, berarti nggak ngerti sama sekali,” ujarnya.

Kecintaan akan wayang harus ditanamkan sejak dini. Untuk pendidikan pada anak-anak, pria yang akrab dipanggil Rosid ini mengesampingkan pemaknaan wayang. Dia menekankan, agar anak terlebih dulu suka pada wayang, tanpa dipusingkan dengan makna. 

“Anak-anak biar pegang pegang wayang dulu, Kalau suka, diubengne (diputar) bisa, belajar tata krama dengan gamelan, belajar sopan santun dalam bicara. Bagimana bahasa Petruk dan Janoko.  Bahasa Janoko dan Kresno. Janoko dan Dewo,” paparnya. 

Pagelaran wayang sungguh unik. Mencakup sejumlah kesenian. Tata musik, drama, suara dan kesenian lainnya. Dalam pertunjukan semalam suntuk, dalang menjadi pengendali, sementara lainnya sebagai pengiring.

“Karena itu, dalang harus paham bagaimana membawa perasaan masyarakat yang menonton. Memperbarui tontonan untuk masyarakat. Karena, mereka yang melihat wayang itu ada penikmat dan pemaham wayang,” ujarnya.

Puncak Hari Wayang Nasional 2023 digelar Sabtu, 11 November 2023 di Pendhapa Sekolah Alam Ramadhani.

Adapun rundown Festival Wayang Ramadhani pada Sabtu, 11 November 2023, antara lain;

07.30 WIB – 09.00 WIB Karnaval Wayang
09.30 WIB – 10.00 WIB Pentas Wayang Kupu-kupu “Mereka Hanya Berbeda” (anak-anak khusus Ramadhani)
10.00 WIB -10.30 WIB Wayang Climate Change “Gemati Marang Bumi”, dalang Madjid Panjalu
13.00 WIB – 14.30 WIB Workshop Mendalang (Peserta Sekolah Dasar)
15.30 WIB – 17.00 WIB Pentas Wayang Kulit, lakon: Wahyu Cakraningrat, dalang: Ki Grendy dari Sanggar Gumilang SMP N 8 Kota Kediri
19.30 WIB – 20.00 WIB Pentas Wayang Kulit-Wongtuwane Ramadhani
20.00 WIB – 20.30 WIB Pidato Kebudayaan Oleh Ki Catur Nugroho, S.Sn., M.Sn (Dosen ISI Solo)
20.30 WIB – 22.30 WIB Pentas Wayang Kulit, lakon: Wong Agung Jayadimurti, dalang: Ki Doni Santoso dari Sanggar Wasesa

Tim Kediriapik
Berikutnya

Terkait Posting

Komentar