20 Mei lebih diingat sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Padahal, pada tanggal bulan itu, seharusnya diingat juga oleh orang Kediri dan sekitarnya, sebagai letusan terdahsyat Kelud sepanjang abad 20. Tepatnya, tahun 1919. Suara dentuman terdengar hingga Kalimantan. Hujan abu sampai Bali. Korban jiwa lebih dari 5000 orang.
kediriapik.com – Letusan Gunung Kelud pada tahun 1919 adalah yang terdahsyat pada abad ke-20. Ukurannya jumlah korban jiwa dan material yang dilontarkan.
Berdasarkan catatan Badan Geologi Kemenenterian Energi dan Sumber Daya Mineral, letusan Kelud terjadi pada 20 Mei 1919. Secara keseluruhan, diperkirakan 190 juta m3 material keluar dari perut Gunung Kelud.
Demikian dahsyatnya letusan gunung yang kawahnya terletak di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri ini.
Bermula pada pada tengah malam antara tanggal 19 dan 20 Mei 1919 terdengar dentuman amat keras. Bahkan hingga Kalimantan. Sekitar pukul 01.15, terdengar suara gemuruh yang sangat keras dari arah Gunung Kelud. Diperkirakan pada saat itulah terjadi letusan utama.
Beberapa saat kemudian hujan abu mulai turun. Selain hujan abu, di daerah perkebunan di lereng Kelud terjadi hujan batu dan kerikil.
Di Darungan hujan batu cukup hebat sehingga sebagian besar atap rumah hancur. Hujan abu menyebar terbawa angin terutama ke arah timur. Hujan abu mencapai Bali, pada 21 Mei 1919.
Dari perhitungan endapan abu dapat ditaksir bahwa sekitar 284 juta m3 abu terlemparkan, jumlah ini setara dengan sekitar 100 juta m3 batuan andesit. Secara keseluruhan diperkirakan 190 juta m3 material telah keluar dari perut G. Kelud.
Sebelum letusan, volume air danau kawah mencapai 40 juta m3. Air sejumlah itu terlempar keluar kawah pada saat letusan. Lahar yang terbentuk merupakan lahar primer yang terjadi secara langsung oleh air danau kawah yang tertumpahkan pada saat letusan.
Sekitar pukul 01.30 aliran lahar yang merupakan campuran dari air panas, lumpur, pasir, batu- batuan memasuki kota Blitar menciptakan kehancuran yang hebat.
Kecepatan lahar yang mengalir di kota Blitar sekitar 18 m/detik atau sekitar 65 km/jam. Jarak maksimum aliran lahar primer mencapai 37,5 km (dihitung dari puncak Kelud).

Korban jiwa akibat letusan Gunung Kelud pada tahun 1919. (foto: KITLV/Tropen Museum)

Kerusakan lahan pertanian akibat letusan Gunung Kelud tahun 1919. (foto: KITLV/Tropen Museum)

Kerusakan Infrastruktur. (foto: KITLV/Tropen Museum)
Letusan 1919 ini mengakibatkan 5160 korban jiwa melayang, 104 desa rusak berat, kerusakan sawah, tegal, pekarangan dan perkebunan kopi, tebu dan ketela mencapai 20.200 dan korban binatang sebanyak 1571 ekor.
Bencana letusan 1919 memberikan pelajaran bagi pemerintah saat itu untuk mengurangi volume air yang ada di danau kawah. Mulai tahun 1920 dibangun terowongan pembuangan air. Panjangnya sekitar 980, dari kawah mengalir ke Kali Bladak.
Kendati demikian, akibat kecelakaan runtuhnya dinding kawah, pekerjaan pembuatan terowongan dihentikan pada tahun 1923. Pekerjaan kontruksi terowongan akhirnya selesai pada 1924. Dengan keberadaan terowongan tersebut, ketinggian air bisa dikurangi sebesar 134,5 m dengan volume tersisa 1,8 juta m3.

Pembangunan terowongan untuk pengendalian danau air kawah Kelud. (foto: KITLV/Tropen Museum)
Letusan Kelud terjadi pada tahun kembar 1919. Siapa menyangka pada 101 tahun berselang, pada tahun kembar abad 21: yakni tahun 2020, juga terjadi bencana yang sangat dahsyat. Menimpa dunia, Indonesia juga dirasakan warga Kediri dan sekitarnya; wabah Covid-19.
sumber: esdm.go.id
foto: KITLV
Komentar