Masih Dilarang Beraktifitas, Lembaga Kursus Minta Kepastian

Komentar

Empat bulan sudah aktifitas lembaga kursus Kampung Inggris di Pare, Kabupaten Kediri berhenti, sebagai dampak pandemi Covid-19. Ketika seluruh lembaga berharap pembelajaran segera dimulai, pemerintah menerbitkan surat edaran larangan lembaga kursus melangsungkan kegiatan kursus.

INTI surat itu ada pada frase yang di-bold: ‘Lembaga kursus belum boleh aktif’. Surat Camat Pare, Kabupaten Kediri, Anik Wuryani, tertanggal 5 Juni 2020 itu ditujukan ke Kepala Desa Tulungrejo dan Kepala Desa Pelem. Dua desa itu merupakan kawasan Kampung Inggris. Alasannya, “Sampai saat ini, surat edaran Bupati Kediri terkait pemberhentian sementara pembelajaran lembaga kursus belum dicabut,” demikian isi surat edaran tersebut.

Menindaklanjuti surat tersebut, Kepala Desa Tulungrejo menyurati lembaga kursus, pemilik kos serta ketua RT/RW. Kepada lembaga kursus, isinya senada dengan surat camat, sementara ke pemilik kos diminta tidak menerima kedatangan penghuni kos. Lalu, ketua RT dan RW diminta mendata dan melaporkan ke desa jika ada pendatang baru. Sampai kapan? “Sampai ada petunjuk lebih lanjut dari pemerintah provinsi dan Bupati Kediri,” demikian edaran Kepala Desa Tulungrejo.

Kondisi ini menjadi dilema bagi lembaga kursus. Di satu sisi, larangan pemerintah itu merupakan bentuk social distancing untuk memutus mata rantai Covid-19. Di sisi yang lain, roda perekonomian di Kampung Inggris jadi macet total. Sedangkan, lembaga kursus juga membutuhkan pemasukan sebagai upaya bertahan hidup.

“Sejak Maret, praktis lembaga kursus kehilangan pendapatan, karena saat bulan Ramadan dan setelah lebaran banyak calon peserta kursus yang tidak bisa belajar di Kampung Inggris,” kata Ari Hakim, Pengawas Forum Kampung Bahasa.

Padahal, menurut pemilik lembaga kursus Hakim LC ini, hampir semua lembaga harus menanggung masalah yang sama: pembayaran sewa rumah berkala, kontrakan asrama, bahkan kebutuhan hidup tenaga pengajar yang tidak bisa pulang kampung serta angsuran kepada bank untuk modal usaha.

Sebenarnya, lanjut Ari, seluruh lembaga yang tergabung dalam Forum Kampung bahasa berharap setelah lebaran pembelajaran dapat dibuka. Namun, setelah ada surat edaran pemerintah jika lembaga tidak diperbolehkan membuka pembelajaran, lembaga kursus tidak diberi kepastian. “Harusnya ada batasan waktu penutupan pembelajaran yang jelas. Yang kami butuhkan kepastian waktu,” katanya.

Kondisi ini memaksa semua Lembaga tetap survive membuka usaha lain. Seperti membuka kursus online. Bahkan, lembaga kursus juga ada yang melakukan inovasi lain semisal di sektor UMKM.

Kini, lembaga kursus di Kampung Inggris masih menunggu kepastian, kapan roda perekonomian mereka bisa kembali bergerak. “Sebetulnya permintaan untuk belajar di Kampung Inggris dari luar kota cukup banyak,” imbuhnya.

Kampung Inggris telah menjadi destinasi khusus di Kediri. Tiap tahunnya, terdapat ribuan pelajar dari berbagai penjuru di Indonesia yang belajar bahasa asing di sekitar 160 lembaga. Tercipta multiplier effect bagi warga sekitar. Seperti rumah kos, warung, pertokoan, pedagang kaki lima dll.

Menyikapi macetnya perekonomian di Kampung Inggris sebagai dampak Covid-19, Ari Hakim berharap tindakan nyata dari Pemerintah Daerah terhadap lembaga kursus dan kehidupan masyarakat sekitar Kampung Inggris. Seperti bantuan sembako dalam bentuk pasar murah, kompensasi terkait perbankan, cek kesehatan gratis. (man)

Tim Kediriapik
Berikutnya

Terkait Posting

Komentar