Di balik ‘Kartini-Kartini’ modern yang bergelimang sukses, ada juga sosok Kartini tangguh yang bertahan hidup dengan bekerja kasar. Mereka memecah batu dengan penghasilan yang tak seberapa.
SATU demi satu batu kali dipecah kecil-kecil menjadi kerikil. wanita-wanita tangguh pemecah batu di Desa Titik, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri ini bekerja mulai pagi hingga sore hari. Dari empat pemecah batu di lokasi ini, tiga diantaranya adalah wanita.
Mereka memperoleh bahan batu kali yang dibeli dengan harga Rp200 ribu/truk. Batu dipecah menjadi kerikil. Dalam satu hari, wanita tua ini menghasilkan 3-5 karung kerikil. Harga jual per karungnya Rp5000,-.
Penghasilan mereka tak pasti. Seperti Srinatun yang di hari biasa kadang bisa menjual lima karung kerikil, namun sering juga tak ada pembeli. Dalam sepekan terakhir ini, wanita 63 tahun ini tak mendapatkan penghasilan sama sekali. “Nggak ada orang bangun rumah, ada virus (Covid-19), “ kata Srinatun.
Srinatun sudah 10 tahun menjalani hidup sebagai pemecah batu. Sebelumnya, dia berjualan sayur keliling. Namun, mobilitasnya berkurang, setelah asam urat menyerang kakinya. Karena penghasilan suaminya sebagai tukang batu sangat minim, Srinatun berusaha membantu perekonomian keluarga dengan mengayunkan palu. “Saya mecah batu, karena sudah nggak kuat jalan keliling,” tambahnya.
Wanita-wanita tua yang tinggal di pedesaan ini tak hanya berdiam diri di rumah untuk sekadar beraktifitas di dapur. Mereka tak lelah berikhtiar ikut menopang perekonomian keluarga. Meski kadang palu juga melukai tangan mereka. Mereka potret kartini yang seakan terlewatkan oleh jaman. Namun, sudah menjadi pahlawan untuk keluarga. (*)
Komentar