Banner-Banner ‘Kereng’ Tolak Pemudik

Komentar

‘Ngeyel, Jak Gelut‘; ‘Ngengkel, Remuk‘; ‘Slenthiki kupingi wong sak RT’. Sederet kata yang galak ini bisa ditemui pada banner tolak pemudik. Diksi yang sarkas, tapi menggelikan.

JANGAN mudik! Itu instruksi dari pemerintah pusat dan pemerintah Kota/Kabupaten Kediri. Upaya pencegahan penyebaran wabah virus Covid-19.

Tapi, kita lihat di media massa, masih ada saja yang ngeyel. Nekat mudik. Sembunyi-sembunyi. Slinthutan di mobil carteran.

Ini nih, yang bikin frustasi.

Nah, poster dan spanduk yang menolak pemudik bertebaran di Kediri. Di jalan raya, jalan kampung, gerbang masuk desa.

Isinya beragam. Ada yang bernada formal. Namun, banyak poster menolak pemudik yang isinya bernada keras. Tapi, isinya unik dan memaksa bibir kita tersenyum lebar, ketika membacanya. Nih, simak ya..

1. “Kami Tidak Terima Oleh-Oleh Corona”

Apa yang ditunggu dari kerabat yang mudik? Salah satunya, oleh-oleh ‘kan? Buah tangan makanan khas, souvenir, dll. Selalu dinanti menjelang lebaran.

Tapi, sekarang? Noo..! “DESA KAMI TIDAK TERIMA OLEH-OLEH VIRUS CORONA DARI PEMUDIK.” Seperti poster di Desa Purwokerto, Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.

Mungkin pesannya begini, orangnya tidak usah mudik, oleh-olehnya dipaketkan saja..

2. ‘Ojo Mudik, Urusane Nyowo’

Kita tak tahu bagaimana kondisi wilayah yang ditinggali oleh pemudik. Khawatirnya, dia menjadi pembawa virus Covid-19, ketika pulang kampung.

Ini yang diantisipasi warga Desa Sekoto, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri. Sehingga, mereka memasang poster yang bunyinya:

“OJO MUDIK nang SEKOTO. Sampean ora ngerti, gowo virus opo ora. URUSANE NYOWO IKI!!”

Artinya gini: “Jangan Mudik ke Sekoto. Anda tidak tahu, bawa virus atau tidak. Ini Urusan nyawa.”

Sudah ditolak warga, ada pemudik yang mau nekat?

3. “Mau Bikin Sekampung Sakit?”

Janganlah. Makanya jangan mudik. Putus mata rantai penyebaran Covid-19, dengan kesadaran untuk tetap di rumah saja. Tidak pulang kampung.

Pesan ini yang ingin disampaikan Polres Kediri Kota dalam banner yang isinya: “STOP MUDIK!!! Atau Bikin Sakit Orang Sekampung.”

Banner ini tersebar di mana-mana, salah satunya di Kelurahan Burengan, Kota Kediri.

4. “Ngengkel, Jak Gelut..”

Galak ya? Ini banner di Lingkungan Dadapan, Kelurahan Tinalan, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri.

“Pendatang Harap Lapor RT/RW setempat. Ngeyel, Ngengkel, JAK GELUT! Urusane Nyowo iki!! Nyawango lan mikiro.”

Nah, siapa pemudik yang nekat. Tuh, tahu resikonya ‘kan? Jak Gelut atau diajak berkelahi warga. Siapa berani?

5. “Ngengkel, Jotosi, Antemi”

Jotosi? Ya, Pukuli. Ini untuk pemudik yang diam-diam pulang kampung, tanpa lapor. Wah, bakalan babak kelur nih.. 

Isi banner demikian ditemukan di Kelurahan Jamsaren, Kota Kediri. Bunyinya gini; “Pendatang luar kota, harap lapor RT, RW setempat. Angel, Ngeyel, Ngengkel, Jotosi. Urusane Nyowo Iki!! Nyawango dan Mikiro.”

Pada dua kalimat terakhir artinya; Sulit diberi tahu, dipukuli. Ini urusan nyawa. Perhatikan dan berpikirlah.

Isi serupa juga juga ada di banner di Desa Janti, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Larangan memang tak hanya untuk pemudik, tapi juga: pemudik, pemulung, pengamen, peminta sumbangan, tukang tagih kredit, sales obat. Namun, ancamannya sama, “Ngengkel, Jotosi”..

Lalu, di Desa Gogorante, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri juga, hampir serupa. Pendatang harus lapor RT/RW setempat. Ngengkel, Antemi. Antemi sama dengan jotosi, yang artinya pukuli.

Benar nggak ancaman itu diterapkan? Wah, pemudik harus berpikir ulang nih. Kalau benar, bisa babak belur..

6. Bu RT-ku Kuereng

Tulisan di banner di Kelurahan Banjaran, Kota Kediri menyebut larangan mudik. Tegas sih. Tapi lucu juga.

“Pemudik wajib Lapor RT/RW,. Pemulung, pengamen, maling, begal, dan jambret DILARANG MASUK. Tenan iki, Bu RT-ku KUERENG. Lak duduk konco ra tak omongi“.

Siapa berani menghadapi Bu RT galak?

7. “Ngengkel, Remuk”

Nih, galak sekali isi poster di Kelurahan Banjaran, Kota Kediri. Meminta pendatang dan tamu lapor ke RT/WR. Kalau “Angel, Ngeyel, Ngengkel, Remuk. Urusane Nyowo iki!”

Ancamannya ‘remuk’ atau babak belur, kalau nggak lapor. Karena urusan nyawa.

Wah, bikin keder nih..

8. “Ngeyel, Dikrangkeng

Ini juga ngeri ancamannya. “Tidak menerima pemudik, iki urusane Nyowo. Ngeyel, dikrangkreng“. Itu banner yang terpampang di Desa Purwokerto, Ngadiluwih, Kediri.

Dikrangkeng‘ sama dengan dikurung. Apa maksudnya dikarantina ya? Masak dipenjara..? Waaah..

9. “Slenthiki Kupinge Wong Sak RT”

Banner di Jalan Tinalan III, Tinalan, Pesantren, Kota Kediri ini memaparkan kewajiban pemudik lapor ke RT/RW. Kalau tidak, “Slenthik-i kupinge wong Sak RT“.

Waduh, bisa dibayangkan: Orang satu RT antre, untuk slenthik telinga pemudik bandel? Ngeri.

Banyak hal yang mendasari orang mudik. Bisa jadi, mereka kehilangan pekerjaan karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tak ada dana untuk bertahan hidup di perantauan. Mereka perlu solusi.

Sementara, bagi mereka yang mudik dengan tujuan sekadar silaturahmi, kondisi sekarang perlu dipahami. Sangat berbeda dengan kondisi normal. Solusi, ‘silaturahmi digital’ menjadi opsi terbaik. Pesan whatsapp, video call dan banyak pilihan lain. Kalau masih nekat mudik? Wah.. (tim kediriapik.com)

 

Tim Kediriapik
Berikutnya

Terkait Posting

Komentar